Friday, 30 September 2016

THE APART-MENT  Chapter 1-7

THE APART-MENT Chapter 1-7

Mendengar kabar itu, seluruh penduduk di kota ini menjadi penasaran dan sebagian dari mereka mulai berdatangan untuk melihat langsung tempat kejadian dan sebagian yang lain mulai menggunjingkan villa kami. Dua hari setelah kejadian itu, aku mencoba melihat dan memeriksa keadaan di Grand Shade. Aku mencurigai, mungkinkah si pengunjung itu tengah melakukan ritual aneh yang membuatnya kerasukan, ataukah dia sedang menghadapi masa-masa sulit atau ada kemungkinan-kemungkinan yang lain. Aku ditemani oleh wali kota, beberapa anggota kepolisian dari distrik terdekat dan beberapa warga untuk menginvestigasi villa itu. Tapi kami tak menemukan barang apa pun yang mencurigakan. Aku mendapat pengakuan dari penjaga villa kami waktu itu, Tn. Tucker. Beliau bertugas untuk membersihkan halaman dan kolam di villa tiga kali dalam satu minggu. semenjak tamu tersebut menginap seorang diri di situ, beberapa kali Tn. Tucker melihat dan mendengar wanita itu berbicara sendiri, bahkan wanita itu menangis dan tertawa sendiri tanpa sebab.” 

Jelas pak James dengan serius. Aku sangat kebingungan dan hanya terdiam, karena aku tak banyak tahu tentang kota ini. Aku bahkan kesulitan menemukan kota ini di peta. Ini seperti berlibur di gua yang gelap. Tiba-tiba aku merasa bahwa ini sangat menakutkan. 

“Lalu apa akhirnya kau menemukan penjelasan yang tepat atas kejadian itu?” tanyaku kepada pak James.   
                   
Pak James terduduk lemas, tersirat rasa bingung di wajah tuanya.    
         
“Wanita itu sangat muda, bahkan mungkin jauh lebih muda darimu. Berapa usiamu, Lilian?” tanya pak James kepadaku.   
                                                       
“29” jawabku singkat.   

“Wanita itu baru berusia 21 tahun dan baru saja lulus kuliah. Pagi hari di hari itu, sekitar pukul 9, wanita itu datang ke rumah ini. Isteriku yang menyambutnya dan mempersilahkan wanita itu duduk di teras depan. Kebetulan waktu itu aku sedang pergi keluar, dan saat aku kembali, aku melihat isteriku dan wanita itu sedang asyik mengobrol. Melihatku datang, isteriku langsung dengan bersemangat memper-kenalkanku kepada wanita muda itu. Aku tak ingat betul siapa namanya. Wanita itu begitu murah senyum, wajahnya berseri-seri saat menceritakan hal tentang dirinya” kenang pak James. 

Meski tampak terpaksa, Pak James pun melanjutkan ceritanya.

“Tak ku sangka setelah beberapa hari berlalu setelah pertemuan kami saat itu, tiba-tiba aku mendengar kabar kematiannya di Grand Shade. Namun, belakangan setelahnya, aku mengetahui dari pihak rumah sakit yang mengaotopsi dan mengurusi mayatnya, bahwa wanita muda itu memiliki riwayat penyakit psikis yang cukup serius. Wanita itu sepertinya memiliki obsesi yang berlebihan terhadap sesuatu. Hasil aotopsi mengatakan bahwa telah ditemukan banyak luka lebam di bagian wajahnya dan luka gores di sekujur tangan dan di kulit kepalanya. Sehari setelah kematiannya, seorang petugas polisi mendatangiku untuk memperlihatkan barang-barang milik wanita itu. Ada sebuah tas berisi beberapa potong pakaian – sepertinya wanita itu tak banyak membawa baju untuk berganti, ada juga beberapa lembar peta, selembar tiket kereta, lalu ada sebuah buku note; di halaman paling depan aku menemukan sebuah foto seorang pria muda – mungkin itu foto kekasihnya, di halaman berikutnya tertulis sebuah nama, namun aku tak ingat, aku hanya mengingat ada inisial yang tertulis di belakang nama itu ‘K.C’. Nah, itu dia namanya, sekarang aku ingat, nama wanita itu Cassy!” seru pak James tiba-tiba. Aku masih terpaku menyimak cerita dari pak James saat ku perhatikan nyonya Shelly mulai terlihat gelisah dan sesekali ia menghusap lengannya, lalu meremas-remas tangannya, gelagatnya terlihat seperti ingin mengatakan sesuatu. Sesekali nyonya Shelly menarik dan menghela nafas pendek seperti tengah bersiap ingin mengatakan sesuatu tapi pak James masih saja terus bercerita menggebu. Namun...,   

“Namanya Kenny. Kenny Clark.” Suara nyonya Shelly sontak membuat pak James terdiam sekaligus terheran.                                                                         

“Aku tahu, karena...” belum sempat menceritakan bagiannya, tiba-tiba saja ketukkan di pintu membuyarkan semuanya. 
Baca selengkapnya

Friday, 23 September 2016

THE APART-MENT  chapter 1-6

THE APART-MENT chapter 1-6

Pak James memelototkan matanya ke arahku, matanya memandang jauh ke dalam mataku dan bertanya dengan nada serius padaku   
                    
“Dari mana kau tahu tentang rumah itu, anakku? dan kenapa kau ingin menginap di rumah itu?”            
                                                                                    
Aku merasa bingung dan terdiam sesaat melihat reaksi yang diberikan pak James kala itu.    
                                                                                                               
 “Aku tak tahu, pak James. Aku hanya ingin menghabiskan waktu musim dingin dengan berlibur dan salah seorang temanku merekomendasikan tempat itu. Ku kira kau sudah tahu.”, jawabku dengan bingung.             
                                          
“Salah satu temanku memberiku nomor kontak ini, atas nama keluarga Banner”, sambungku sambil mengeluarkan dan menunjukkan kertas kecil yang kuselipkan di dompetku. Di situ tertulis [ Banner, Grand Shade – 009 555 7098 ]. “Apa kau yang mengijinkannya kemari, sayang?” tanya pak James kepada nyonya Shelly. Dengan gugup, nyonya Shelly mendekati pak James       
          
“Ayolah, James, ini sudah 7 tahun sejak kejadian itu. Kejadian itu sudah sangat lama terjadi dan semuanya sudah berakhir.”, ungkap nyonya Shelly kepada pak James sambil menghusap-husap punggung pak James untuk menenangkannya. “tidak ada yang berakhir, Shelly!”, jawab pak James dengan suara keras dan sedikit membentak.

  Aku semakin merasa bingung dan syok.   
                                                            
“Ada apa ini sebenarnya? Aku menelepon dan aku merasa telah diterima saat berbicara di telpon dan aku dipersilahkan dan diijinkan untuk mengunjungi dan bermalam di Grand Shade, atau apa lah nama nya itu. Sekarang aku sudah di sini dan hal ini baru kudengar sekarang. Cerita apa yang dimaksud?!” tiba-tiba emosiku tersulut. Aku melihat nyonya dan tuan Banner terdiam sesaat. Mungkin mereka kaget dengan nada bicaraku yang mulai tinggi.     
   
 “Hmmmmh, ma-ma-maafkan aku, aku tak bermaksud untuk marah.”,   
     
Hening sejenak ...       
                                                                            
“Sebenarnya, dulu Grand Shade adalah salah satu villa di kota ini.”, ucap pak James tiba-tiba. 

“Grand Shade adalah milik keluargaku; lebih tepatnya, milik ayahku. Ayahku mempercayakan Grand Shade padaku untuk aku kelola, karena waktu itu ayahku sudah mulai tua dan sakit-sakitan.”, lanjutnya. 

“Dulu Grand Shade merupakan villa favorit pengunjung. Sejak dibuka 37 tahun yang lalu, sudah ada lebih dari 2.300 orang yang terdiri dari keluarga, dan sekelompok orang yang ingin menghabiskan waktunya untuk menginap di Grand Shade. Mereka semua datang dari tempat dan kota yang jauh. Meskipun  jalan menuju Grand Shade cukup jauh dan sulit, orang-orang itu tetap rela melakukan perjalanan itu. Mulai dari menggunakan mobil, kuda sampai dengan berjalan kaki. Semua orang yang menginap mengaku senang bisa menyempatkan bermalam di villa kami. Villa kami menjadi semakin terkenal sampai ke luar Reven Det 36. Tapi semua itu tak berlangsung lama; suatu hari..., ya...hari itu, hari dimana seorang pengunjung yang tinggal di sana lebih dari satu minggu, menjadi gila, lalu di suatu malam seorang penduduk melihat pengunjung Grand Shade itu tiba-tiba berlari dari dalam rumah sambil berteriak-teriak dengan brutalnya kemudian menjatuhkan diri dari jembatan yang berada tak jauh dari situ. Jauh di bawah jembatan itu, mungkin sekitar 200 meter, terdapat sebuah sungai dangkal dengan batuan-batuan besar. 
Baca selengkapnya

Wednesday, 14 September 2016

THE APART-MENT  chapter 1-5

THE APART-MENT chapter 1-5

           Aku mulai tercengang. Aku kira mungkin ini adalah Grand Shade yang aku cari.                                                                                                                    
        “Tinggal lah dulu sebentar untuk makan malam. Sebentar lagi suamiku pasti akan pulang dengan wine di tangannya.” Katanya, sambil menggenggam tanganku, “sudah lama tak pernah ada seorang pun yang berkunjung ke rumah kami ini. Makan malam lah bersama kami, setelah itu suamiku dan aku akan mengantarmu ke Grand Shade.”                                                                           

        Waktu sudah menunjukkan pukul 5 sore. Waaah, tak ku sangka kami sudah mengobrol begitu lama dan... “brum... brum...” kami mendengar suara mesin mobil, 

         “Ah, itu suamiku pulang!” Kata nyonya Shelly sambil bergegas menuju pintu depan. Benar saja, saat pintu dibuka, aku melihat seorang pria tua sedang berjalan pelan mendekat menuju pintu.                                                              

          “Sayang, apakah tamunya sudah datang?” suara pria itu begitu parau namun terdengar bijaksana.                                                                                                     

         “James, masuklah, kuperkenalkan tamu kita” jawab nyonya Shelly sambil melepas mantel yang dikenakan pria itu. 

             “James, perkenalkan ini tamu kita, Lilian Bricks. Lilian, ini suamiku, James” Nyonya Shelly begitu bersemangat. 
            
            “Oh iya..., selamat datang nona Briks. Senang berjumpa dengan anda. James Banner” tangan tuanya meraih untuk bersalaman,                                            

            “Sama-sama, tuan Banner. Panggil saja aku ‘Lilian’” tanganku menyambut tangan pria tua itu. Pria itu begitu terlihat tua, namun badannya masih tegap, sehat dan bugar.                                                                                                                     

        “Ah, baiklah. Panggil saja aku ‘pak James’. Orang-orang di sini biasa memanggilku begitu. Mari silahkan masuk, nak.” ajaknya.                               

               Kami bertiga segera masuk dan aku seakan langsung digiring segera menuju ke sebuah ruangan yang terletak dekat sebuah teras yang hanya dipisahkan oleh pintu kaca geser yang sudah sedikit terbuka. Di ruangan itu aku melihat sebuah meja bulat sedang, dengan lima buah kursi mengelilinginya, dilengkapi dengan lampu cantik yang menggantung tepat di atas meja.  Di atas meja telah tersedia beberapa menu yang sudah tertata rapih.                                                                     

           “Wow, siapa yang sudah menyediakan ini semua? Bukannya sedari tadi kita mengobrol, nyonya Shelly?” tanyaku sambil tercengang.                                   

             “Aku memang sudah tua, tapi aku selalu cekatan dalam melakukan sesuatu. Tak perlu waktu lama untukku menyediakan semua hidangan ini. Silahkan, duduk lah dengan nyaman.”                                                                                

            Nyonya Shelly menarikkan satu kursi untukku dan mempersilahkan aku duduk. Dada ayam tanpa kulit yang dipanggang dengan taburan tumisan paprika warna-warni di atasnya, salad lotus hijau dan ungu dan bawang bombai yang dicampur dengan minyak zaitun, semangkuk besar kentang tumbuk, semangkuk kecil... saus atau apa ya itu,,,? dan oh, ada cinnamon roll kesukaanku! Tak heran aku mencium bau kayu manis sewaktu aku masuk ke rumah ini tadi. Ternyata inilah sumbernya.                                                            
            “Kling,,,” tuan James menata gelas-gelas wine di atas meja, tepat di tengah menu makan malam kami.                                                                           

               “Maafkan aku datang terlambat. Seharusnya kita tak perlu terlambat makan malam seperti ini dan maafkan kami hanya bisa menyediakan ini, semoga sesuai dengan seleramu”, ujar pak James ramah.                                                     

             “Ah, tak apa-apa. Ini semua sudah lebih dari cukup. Semua adalah makanan favoritku; apalagi cinnamon roll ini. Lagian aku sudah lupa waktu karena dari tadi asyik mendengar cerita dari nyonya Shelly.” ungkapku menghibur .  

              Nyonya Shelly begitu semangat menyendokkan kentang tumbuk ke atas piring makanku. Disusul dengan satu slice dada ayam panggang dengan tumisan paprika yang disiramnya dengan saus berwarna putih yang ternyata adalah saus keju dan tak lupa ditatanya salat lotus di pinggirnya.                 

     “Silahkan dinikmati” katanya, sambil tersenyum ramah. Mereka berdua memandangiku sesaat; mungkin menungguku melakukan suapan pertama. Kuangkat garpu dan pisauku, aku mulai menusuk dan mengiris dada ayam panggang, kujumput seiris paprika yang ditumis dan tak lupa saus putih yang menggoda, lalu... hap,....

           “Hmmmm... oh, astaga, ini enak sekali!” seruku sambil terbelalak.  
                      
          “He he he... silahkan dihabiskan. Yang satu potong lagi itu juga untukmu, Lilian” ujar pak James sambil terkekeh melihat ekspresiku.

          Hidangan malam itu begitu terasa menyenangkan; dan juga obrolan malam itu di meja makan ditutup dengan segelas wine yang menghangatkan tubuhku dari dinginnya malam yang mulai menusuk kulit. Aku seperti menemukan keluarga baru, mereka seperti kakek dan nenekku sendiri. Liburanku kali ini dibuka dengan hal yang berwarna. Sambutan dari wanita tua yang suka sekali bercerita namun ramah, dan juga suaminya yang gemar menceritakan hal-hal lucu dan mustahil yang pernah dialaminya saat dia masih muda dulu. Tapi petualangan ini sama sekali belum dimulai. Di tengah-tengah obrolan kami, aku mulai bertanya tentang rumah Grand Shade yang akan aku tempati sepanjang liburan kali ini. Tapi respon Tuan Banner sungguh membuatku sempat gentar dan hampir saja kehilangan keinginanku untuk menginap di sana. Dia mengatakan, bahwa rumah itu memiliki sejarah kelam yang telah lama disimpan oleh keluarga Banner. Katanya...
Baca selengkapnya

Tuesday, 6 September 2016

THE APART-MENT  Chapter 1-4

THE APART-MENT Chapter 1-4

Rumah ini mulai didesain oleh ayahku saat ia berumur 22 tahun dan ia baru saja lulus dari sekolah arsiteknya dan mulai dibangun 2 tahun kemudian. Menurutku, rumah ini adalah karya terbaiknya” ceritanya dengan bangga. Nyonya Shelly kembali berjalan ke sudut lain dan aku mengikutinya dari belakang sambil melihat-lihat sekeliling.   
                                                             
“Tiga hari lalu saat listrik padam, aku menyalakan banyak lilin dan lampu minyak di ruangan ini dan aku tidur di depan perapian. Sampai pada pukul tujuh malam aku terbangun karena aku mencium aroma seperti ada sesuatu yang sedang terbakar. Aku sungguh terkejut saat aku melihat satu lampu minyak di sudut ini – sambil berjalan ke sudut ruangan yang dimaksud – telah jatuh dan membakar lantai kayu yang ada di sekitarnya. Aku panik, tak ada seorang pun di rumah, waktu itu, aku kira rumah ini akan hangus terbakar. Lalu cepat-cepat aku menyiramkan seember air untuk memadamkan apinya. Kau tahu apa yang ku lihat? Bekas kebakaran itu hanya menyisahkan noda hitam saja, tak ada kayu yang rusak. Meskipun noda hitam ini tak dapat dibersihkan, tapi aku lega karena rumah ini masih tetap utuh dan kokoh. Sejak dulu aku tak percaya kata-kata ayahku yang mengatakan bahwa rumah ini sangatlah kuat. Tapi setelah kejadian itu, barulah aku percaya.” Nyonya Shelly mengakhiri kisahnya dengan senyuman. Wow..., mendengar ceritanya,  aku semakin takjub dengan rumah ini.   
                                                              
“Nyonya Shelly, maaf, apakah anda tinggal sendirian di sini?”, tanyaku.     

“tentu tidak, sayangku. Mana mungkin wanita renta sepertiku bisa tinggal sendirian,,, Aku tinggal bersama suamiku; dia sedang pergi ke bar di kota. Aku memintanya untuk membelikan wine. Yaaa, kami sangat ingin menyambutmu saat kau datang Lili. Makanya kami bersiap-siap. Tapi ternyata kau datang lebih cepat dari dugaanku.” 

Tak lama dia bejalan ke ruangan lain dan menghilang dibalik tembok sebuah ruangan. Aku tidak mengikutinya, karena aku sedang asyik memandangi rumah yang elok ini. Di beberapa sudut, aku melihat banyak sekali foto-foto tua yang digantung dan juga beberapa sertifikat yang sudah sangat usang dan lama dan ada pula barang-barang antik yang tertata rapih di sebuah bufet kayu di salah satu sudut ruangan.   

“Nyonya, kau tahu, kau adalah salah satu orang dari beberapa yang pernah kutemui yang gemar mengoleksi barang-barang tua dan antik. Aku juga seorang pengkoleksi barang-barang lama, tapi aku belum pernah melihat yang seperti ini. Ini hobi yang unik sekali.”, kataku sambil terus memandangi deretan benda-benda tua itu. Terdengar suara nyonya Shelly membalas ucapanku, katanya 

“Ah, kau berlebihan. Benda-benda itu, kecuali foto-foto dan sertifikat-sertifikiat itu, sebagian besar adalah pemberian dari tamu-tamu kami. Banyak dari mereka yang datang dari tempat yang jauh.”  
                                                       
 Saat sedang menyimak cerita nyonya Shelly, tak sengaja, dari sudut mata, tiba-tiba aku melihat ada lorong gelap. Aku mencoba melangkah mendekat untuk melihat ada apa di lorong itu. Sesampainya di depan lorong itu, ternyata ada saklar lampu di tembok kiri bawah. Kutekan saklar lampu itu dan seberkas cahaya remang mulai menerangi lorong itu. Aku tak menemukan apa pun kecuali deretan enam buah pintu yang berhadapan dan satu lagi berada di ujung tengah lorong, tepat berada di depanku. Aku semakin penasaran saat ku melihat salah satu pintu – pintu ke dua di deretan sebelah kiri – sedikit terbuka. Aku melangkah perlahan untuk mengintip ke dalamnya. Aku baru memulai langkah pertamaku menuju pintu misterius itu, tapi...                

 “Kami sangat senang ketika tahu bahwa akan ada tamu yang akan datang setelah sekian lama.” Terdengar suara nyonya Shelly, aku segera mematikan lampu di lorong tadi dan tak lama ia kembali...                                              

“Kau adalah tamu kami, Lilian, dan kami sangat gembira menyambutmu.” ungkapnya dengan wajah berseri.                                                                       

“Waaah, saya senang sekali. Terima kasih sudah menyambut, anda sungguh baik.”, kataku.                                                                                                             

“Jadi apakah ini adalah Grand Shade yang ku cari?” tanyaku.                          

Lalu wanita tua itu pun menjawab,    

“Bukan, nak. Grand Shade ada di halaman belakang rumah ini, kurang lebih 3 kilometer dari sini.”
Baca selengkapnya