THE APART-MENT
Chapter II
Perjalanan
Ke Grand Shade
Erangan
mesin mobil tuan Tucker mengiringi perjalanan kami ke Grand Shade.
Cerita-cerita tentang Grand Shade yang penuh misteri masih berhembus liar di
pikiranku. Selama perjalanan, tak ada sepatah kata pun yang diutarakan nyonya
Shelly; begitu pula dengan diriku. Kami berdua hanya duduk terpaku di kursi
belakang.
“Eeem...nona Bricks, aku mendengar dari
nyonya Banner bahwa anda berasal dari London.” Pertanyaan tuan Tucker memecah
keheningan.
“Oh, iya, ya, ya, itu benar.”,
jawabku dengan terkejut.
“Sebagai perkenalan kita yang pertama, saya
ingin anda tahu bahwa saya juga berasal dari London.”, kata tuan Tucker sambil
melongok ke arahku lewat kaca spion depan.
Aku mulai tersenyum enggan
“Benarkah itu? Yaaah, sebenarnya
London bukanlah tempat asalku. Aku pindah ke sana sekitar 7 tahun lalu. Hmmmh,
orang tuaku sering berkeliling dunia dan tinggal di berbagai tempat di beberapa
negara; mereka juga membawaku serta.”, jawabku kepada tuan Tucker.
Terlihat dari kursi belakang, tuan Tucker
menganggukkan kepalanya beberapa kali seraya menyimak ceritaku.
“Waaah, pasti itu terasa sangat repot;
harus selalu bersiap dan berkemas.”, katanya dengan wajah sedikit bingung.
“Untungnya, tidak. Orang tuaku selalu
memberikan banyak hal kepadaku; tak hanya materi tapi juga
petualangan-petualangan yang mengasyikkan di setiap negara dan kota yang kami
singgahi dan tinggali. Jadi aku tidak pernah merasa bahwa itu adalah sesuatu
yang merepotkan. Bagaimana dengan mu tuan Tucker, apa ceritamu dengan London
dan bagaimana kau bisa tiba di tempat ini?” aku merespon dengan cukup antusias.
Sesaat, tuan Tucker menghela nafas dan
mengembuskannya panjang panjang dan mengerutkan dahinya tampaknya dia sedang
mengingat-ingat sesuatu.
“Hmmm..., ceritanya cukup panjang dan
kompleks. Tapi sekedar info untukmu, dulu aku lahir dan besar di sana, di
daerah pinggiran. Tak terlalu banyak cerita yang bisa kuingat saat masa mudaku
dulu. Aku hanya tinggal bersama ibuku – ibuku adalah orang tua tunggal – dan
aku hanyalah seorang anak yang menikmati setiap fase kehidupan sama seperti
anak-anak lain pada umumnya; bersekolah, berkuliah dan kemudian bekerja. Lalu
saat ibuku meninggal, saat itu usiaku menginjak 24 tahun, aku pun memutuskan untuk
pergi meninggalkan London. Hidup di jalanan dalam perantauan, membuatku merasa
ngeri; aku melihat banyak anak-anak muda seusiaku yang mengkonsumsi narkoba dan
bahkan mereka mengajakku untuk ikut mencicipi. Tapi aku memilih untuk tidak
melakukannya dan ingin melakukan hal yang lebih baik, sampai aku bertemu dengan
ayah pak James, tuan Richard Banner, yang waktu itu sedang bekerja di sebuah
konstruksi bangunan – sepertinya dia adalah mandor di situ. Singkat cerita,
tuan Richard membawaku ke kota ini. Begitulah kenapa aku bisa sampai ke kota
ini”, kisah tuan Tucker.
Aku mengangguk-anggukkan kepalaku,
tanda memahami.
Aku mengobrol dengan tuan
Tucker sekitar 10 menit lamanya dan tampaknya perjalanan masih cukup lama
karena medan jalan yang sulit membuat mobil tak dapat dipacu lebih cepat.
“Tuan Tucker,,,” panggilku.
“Ya, nona,,,” sahut tuan Tucker
sambil sedikit menoleh ke arahku.
“Apakah jalan ini tak pernah diperbaiki?
Jalan ini terasa tak nyaman dilewati.” tanyaku penasaran.
“Hehehe...ya ya ya, aku sering
mendengar keluhan itu dari beberapa pengunjung dari sekitar 20 tahun yang lalu.
Aku sempat menyampaikan hal ini kepada tuan Richard Banner agar dia mau
memperbaiki jalan ini. Awalnya beliau setuju, namun karena kondisi kesehatannya
yang terus menurun, tuan Banner urung melakukan persetujuan perbaikan jalan
ini. Sampai suatu hari ia sempat berkata kepadaku bahwa sebenarnya, jalan ini
adalah salah satu bagian dari konsep dibangunnya villa itu; katanya jalan ini
adalah bagian dari petualangan. Saat beliau menjelaskan semuanya, barulah aku
memahaminya dan berhenti melaporkan keluhan-keluhan pengunjung mengenai jalan
ini.” jelas tuan Tucker tegas.
“Oh, begitu rupanya...” jawabku
perlahan sambil menganggukkan kepalaku.
Dari dalam mobil, aku memandang ke arah luar, sepertinya udara di luar sangat dingin; aku bisa merasakannya dari jendela kaca mobil. Kutempelkan telapak tanganku ke jendela mobil di sebelahku dan saat aku menarik tanganku, itu meninggalkan jejak telapak tangan dari embun yang terbentuk karena reaksi antara suhu yang rendah di luar dan tanganku yang mengeluarkan suhu yang lebih tinggi. Sama seperti reaksi yang terjadi pada saat kita menghembuskan nafas di suatu tempat terbuka dengan suhu rendah. Mataku yang sedari tadi melihat ke arah luar mencoba menembus kegelapan; aku menyipitkan mataku, mencoba menemukan objek yang bisa kulihat. Tapi gelapnya langit malam ini cukup pekat, sehingga tak ada apa pun yang dapat kulihat. Aku mencoba melihat ke arah lain; aku melihat ke arah depan mobil dimana lampu mobil tepat meneranginya, namun lagi-lagi aku tak dapat melihat banyak objek, hanya jalan lurus berbatu dan tak rata yang di kanan-kiri nya terdapat rerumputan yang cukup tinggi. Kusandarkan lagi tubuhku dan menghela nafas panjang lalu kembali terdiam.
Dari dalam mobil, aku memandang ke arah luar, sepertinya udara di luar sangat dingin; aku bisa merasakannya dari jendela kaca mobil. Kutempelkan telapak tanganku ke jendela mobil di sebelahku dan saat aku menarik tanganku, itu meninggalkan jejak telapak tangan dari embun yang terbentuk karena reaksi antara suhu yang rendah di luar dan tanganku yang mengeluarkan suhu yang lebih tinggi. Sama seperti reaksi yang terjadi pada saat kita menghembuskan nafas di suatu tempat terbuka dengan suhu rendah. Mataku yang sedari tadi melihat ke arah luar mencoba menembus kegelapan; aku menyipitkan mataku, mencoba menemukan objek yang bisa kulihat. Tapi gelapnya langit malam ini cukup pekat, sehingga tak ada apa pun yang dapat kulihat. Aku mencoba melihat ke arah lain; aku melihat ke arah depan mobil dimana lampu mobil tepat meneranginya, namun lagi-lagi aku tak dapat melihat banyak objek, hanya jalan lurus berbatu dan tak rata yang di kanan-kiri nya terdapat rerumputan yang cukup tinggi. Kusandarkan lagi tubuhku dan menghela nafas panjang lalu kembali terdiam.
Bagikan
THE APART-MENT Chapter 2-1
4/
5
Oleh
Chika
