Aku mulai
tercengang. Aku kira mungkin ini adalah Grand Shade yang aku cari.
“Tinggal lah dulu sebentar untuk makan
malam. Sebentar lagi suamiku pasti akan pulang dengan wine di tangannya.” Katanya, sambil menggenggam tanganku, “sudah
lama tak pernah ada seorang pun yang berkunjung ke rumah kami ini. Makan malam
lah bersama kami, setelah itu suamiku dan aku akan mengantarmu ke Grand Shade.”
Waktu sudah menunjukkan pukul 5 sore.
Waaah, tak ku sangka kami sudah mengobrol begitu lama dan... “brum... brum...”
kami mendengar suara mesin mobil,
“Ah, itu suamiku pulang!” Kata nyonya Shelly
sambil bergegas menuju pintu depan. Benar saja, saat pintu dibuka, aku melihat seorang
pria tua sedang berjalan pelan mendekat menuju pintu.
“Sayang, apakah tamunya sudah datang?”
suara pria itu begitu parau namun terdengar bijaksana.
“James, masuklah, kuperkenalkan tamu kita”
jawab nyonya Shelly sambil melepas mantel yang dikenakan pria itu.
“James,
perkenalkan ini tamu kita, Lilian Bricks. Lilian, ini suamiku, James” Nyonya
Shelly begitu bersemangat.
“Oh iya..., selamat datang nona Briks. Senang
berjumpa dengan anda. James Banner” tangan tuanya meraih untuk bersalaman,
“Sama-sama, tuan Banner. Panggil saja aku
‘Lilian’” tanganku menyambut tangan pria tua itu. Pria itu begitu terlihat tua,
namun badannya masih tegap, sehat dan bugar.
“Ah, baiklah. Panggil saja aku ‘pak James’.
Orang-orang di sini biasa memanggilku begitu. Mari silahkan masuk, nak.”
ajaknya.
Kami
bertiga segera masuk dan aku seakan langsung digiring segera menuju ke sebuah
ruangan yang terletak dekat sebuah teras yang hanya dipisahkan oleh pintu kaca
geser yang sudah sedikit terbuka. Di ruangan itu aku melihat sebuah meja bulat
sedang, dengan lima buah kursi mengelilinginya, dilengkapi dengan lampu cantik
yang menggantung tepat di atas meja. Di
atas meja telah tersedia beberapa menu yang sudah tertata rapih.
“Wow, siapa yang sudah menyediakan ini
semua? Bukannya sedari tadi kita mengobrol, nyonya Shelly?” tanyaku sambil
tercengang.
“Aku memang sudah tua, tapi aku selalu
cekatan dalam melakukan sesuatu. Tak perlu waktu lama untukku menyediakan semua
hidangan ini. Silahkan, duduk lah dengan nyaman.”
Nyonya Shelly menarikkan satu kursi untukku
dan mempersilahkan aku duduk. Dada ayam tanpa kulit yang dipanggang dengan
taburan tumisan paprika warna-warni di atasnya, salad lotus hijau dan ungu dan
bawang bombai yang dicampur dengan minyak zaitun, semangkuk besar kentang
tumbuk, semangkuk kecil... saus atau apa ya itu,,,? dan oh, ada cinnamon roll kesukaanku! Tak heran aku
mencium bau kayu manis sewaktu aku masuk ke rumah ini tadi. Ternyata inilah
sumbernya.
“Kling,,,” tuan James menata gelas-gelas wine di atas meja, tepat di tengah menu
makan malam kami.
“Maafkan aku datang terlambat. Seharusnya
kita tak perlu terlambat makan malam seperti ini dan maafkan kami hanya bisa
menyediakan ini, semoga sesuai dengan seleramu”, ujar pak James ramah.
“Ah, tak apa-apa. Ini semua sudah
lebih dari cukup. Semua adalah makanan favoritku; apalagi cinnamon roll ini. Lagian aku sudah lupa waktu karena dari tadi
asyik mendengar cerita dari nyonya Shelly.” ungkapku menghibur .
Nyonya
Shelly begitu semangat menyendokkan kentang tumbuk ke atas piring makanku.
Disusul dengan satu slice dada ayam
panggang dengan tumisan paprika yang disiramnya dengan saus berwarna putih yang
ternyata adalah saus keju dan tak lupa ditatanya salat lotus di pinggirnya.
“Silahkan dinikmati” katanya, sambil
tersenyum ramah. Mereka berdua memandangiku sesaat; mungkin menungguku
melakukan suapan pertama. Kuangkat garpu dan pisauku, aku mulai menusuk dan mengiris
dada ayam panggang, kujumput seiris paprika yang ditumis dan tak lupa saus
putih yang menggoda, lalu... hap,....
“Hmmmm...
oh, astaga, ini enak sekali!” seruku sambil terbelalak.
“He he he...
silahkan dihabiskan. Yang satu potong lagi itu juga untukmu, Lilian” ujar pak
James sambil terkekeh melihat ekspresiku.
Hidangan
malam itu begitu terasa menyenangkan; dan juga obrolan malam itu di meja makan
ditutup dengan segelas wine yang
menghangatkan tubuhku dari dinginnya malam yang mulai menusuk kulit. Aku
seperti menemukan keluarga baru, mereka seperti kakek dan nenekku sendiri.
Liburanku kali ini dibuka dengan hal yang berwarna. Sambutan dari wanita tua
yang suka sekali bercerita namun ramah, dan juga suaminya yang gemar
menceritakan hal-hal lucu dan mustahil yang pernah dialaminya saat dia masih
muda dulu. Tapi petualangan ini sama sekali belum dimulai. Di tengah-tengah
obrolan kami, aku mulai bertanya tentang rumah Grand Shade yang akan aku
tempati sepanjang liburan kali ini. Tapi respon Tuan Banner sungguh membuatku sempat
gentar dan hampir saja kehilangan keinginanku untuk menginap di sana. Dia
mengatakan, bahwa rumah itu memiliki sejarah kelam yang telah lama disimpan
oleh keluarga Banner. Katanya...
Bagikan
THE APART-MENT chapter 1-5
4/
5
Oleh
Chika
