Suasana di dalam mobil begitu
hening; aku melihat ke arah nyonya Shelly yang sedari tadi hanya duduk terdiam
dan hanya memandang keluar jendela mobil, tiba-tiba perlahan menoleh kepadaku
dan tersenyum lesu.
“Aku
benar-benar minta maaf atas apa yang baru saja kau dengar. Aku tahu, ini
seharusnya menjadi liburan yang menyenangkan untukmu.” Kata nyonya Shelly
dengan nada sesal.
Aku tersenyum kecil sambil menghela
nafasku dalam-dalam dan menghembuskannya dengan lega.
“Aku baik-baik saja, nyonya Shelly.
Lagi pula aku sudah mengeluarkan banyak biaya untuk perjalanan ini. Kau tahu, aku
akan tinggal di sini sampai musim mendatang. Atau yang lebih bagus lagi, aku
akan tinggal di villa sampai Natal nanti dan akan pulang sebelum malam tahun
baru tiba, karena aku berjanji kepada orang tuaku untuk merayakan nalam
pergantuan tahun bersama. Tak apa-apa, kan?”, jelasku kepada nyonya Shelly.
Terlihat senyuman kecil dan anggukkan dari
wajah nyonya Shelly; sepertinya dia sedikit merasa lega.
Mendengar kata-kataku, tampaknya mata nyonya
Shelly mulai kembali bersemangat. Wajahnya yang perlahan berbinar dan senyuman
kecil yang tersirat di bibirnya setidaknya telah membuatku sedikit lega karena
aku cukup merasa bersalah.
“Tucker...,” nyonya Shelly terlihat kembali
bersemangat.
“Ya, nyonya.” Jawab tuan Tucker.
“Apakah kau sudah menaruh selimut dan bantal
ekstra di villa?” tanya nyonya Shelly kepada tuan Tucker dengan antusias.
“Sudah, nyonya, semuanya sudah
kupersiapkan siang tadi. 2 selimut tambahan untuk menahan dingin di malam hari
dan 1 bantal tambahan yang ekstra besar di kamar tidur utama. Saya juga sudah
mengganti semua sprei lama dengan sprei yang baru; semuanya seperti yang kau perintahkan,
nyonya.”, jawab tuan Tucker dengan detail.
Mendengar itu, aku merasa senang;
tampak juga olehku wajah nyonya Shelly yang semakin berbinar dan penuh semangat.
“Kau akan nyaman tinggal di villa,
Lilian, aku jamin itu. Bagaimana pun juga, itu adalah villa kebanggaan keluarga
kami.” Ucap nyonya Shelly dengan binar. Kepercayaan diriku semakin bertambah.
Tak sabar aku untuk tiba ke villa
itu, dan sejenak, kisah kelam Grand Shade yang tak berujung itu terlupakan
olehku.
Tak kusangka perjalanan ke villa itu
memakan waktu hampir 25 menit. Mobil pun berjalan melambat dan akhirnya
berhenti di suatu jalan yang buntu.
“Kita sudah sampai, Nyonya.” lapor tuan Tucker
dari balik kemudi.
Dengan bergegas, tuan Tucker meng-hand break mobilnya lalu turun dari
kursi kemudinya dan menghampiri pintu mobil belakang dan membukakan pintu untuk
nyonya Shelly. Dari dalam mobil, sambil melihat ke segala arah, perlahan aku membuka
pintu mobil lalu aku pun turun dari mobil. Kuperhatikan sekelilingku, terlihat
gelap pekat, bahkan cahaya bulan tak dapat menembus gelapnya awan di langit
malam di Reven Det 36; mungkin sedang mendung. Samar terlihat rerumputan tinggi
yang bergoyang-goyang karena dihembus angin. Suasana begitu gelap dan dingin,
hanya lampu dari mobil tuan Tucker lah yang jadi satu-satunya penerangan. Tepat
di bias cahaya lampu mobil, samar ku melihat sebuah gerbang besi yang tinggi -
mungkin sekitar 12 kaki – yang ditumbuhi oleh tanaman menjalar di bagian atas
dan samping kanan-kirinya. Aku sungguh penasaran dan ingin segera melihatnya
sendiri. Terlihat dari sudut mata, tuan Tucker sedang sibuk menarik koperku
dari dalam bagasi mobilnya; rupanya koperku agak sedikit tersangkut. Aku datang
mendekat dan bermaksud untuk membantunya, tapi..., oh, ternyata koperku sudah
berhasil dikeluarkannya. Aku berjanji akan membuang koper sialan itu setelah
pulang dari liburan ini. Mengapa bisa ada koper yang begitu menyusahkan?
“Ayo, Lilian.”, ajak nyonya Shelly.
Bagikan
THE APART-MENT Chapter 2-2
4/
5
Oleh
Chika
